Paticcasamupada berasal dari kata Paticca artinya diisyaratkan; samuppada artinya muncul bersamaan; maka arti kata paticcasamuppada adalah "muncul karena syarat-syarat yang saling bergantungan" (dependent coproduction).
1. Rumus ini terdiri dari 12 nidana (mata rantai pokok sebab akibat), yaitu:
1. AvijjapaccayaSankhara
(karena adanya kegelapan batin, maka muncullah bentuk-bentuk karma)
2. Sankhara paccaya Vinnanam
(karena adanya bentuk-bentuk karma, maka muncullah kesadaran)
3. Vinnana paccaya Nama-Rupam
(karena adanya kesadaran, maka muncullah rohani-jasmani)
4. Nama-RupapaccayaSalayatanam
(karena adanya rohani-jasmani, maka muncullah enam landasan indria)
5. Salayatana paccaya Phasso
(karena adanya enam landasan indria, maka muncullah kesan-kesan/kontak)
6. Phassa paccaya Vedana
(karena adanya kesan-kesan/kontak, maka muncullah perasaan)
7. Vedana paccaya Tanha
(karena adanya perasaan, maka muncullah kerinduan/ kehausan)
8. Tanha paccaya Upadanam
(karena adanya kerinduan/kehausan, maka muncullah kemelekatan)
9. Upadana paccaya Bhavo
(karena adanya kemelekatan, maka muncullah proses penjelmaan)
10. Bhava paccaya Jati
(karena adanya proses penjelmaan, maka muncullah kelahiran)
11. Jati paccaya Jaramaranam
(karena adanya kelahiran, maka muncullah usia tua dan kematian)
Ada beberapa terhentinya dukkha yang dilukiskan dalam Hukum Paticcasamuppadayang meliputi sebagai berikut:
1. karena lenyapnya Avijja (kegelapan batin) terhentilah Sankhara (bentuk-bentuk karma)
2. karena lenyapnya S ankhara (bentuk-bentuk karma) terhentilah Vinnana (kesadaran).
3. karena lenyapnya Vinnana (kesadaran) tidak muncullah Nama-Rupa (batin-jasmani).
4. karena lenyapnya Nama-Rupa (batin-j asmani) terhentilah Salayatana (enam landasan indria)
5. karena lenyapnya Salayatana (enam landasan indria)terhentilah Phassa (kesan-kesan/kontak)
6. karena lenyapnya Phasso (kesan-kesan/kontak) terhentilah Vedana (perasaan)
7. karena lenyapnya Vedana (perasaan) terhentilah Tanha (kehausan/keriduan).
8. karena lenyapnya Tanha (kerinduan/kehausan) terhentilah Upadana (kemelekatan/ikatan).
9. karena lenyapnya Upadana (kemelekatan/ikatan) terhentilah Bhava (proses penjelmaan).
10. karena lenyapnya Bhava (proses penjelmaan) terhentilah Jati (kelahiran).
11. karena lenyapnya Jati (kelahiran) terhentilah Jaramarana (usia tua dankematian).
Susunan Keinginan seseorang:
* Dari ketergantungan akan dorongan (impulses), muncullah keinginan (craving)
* Dari ketergantungan akan keinginan, muncullah pencarian (searching/pursuit)
* Dari ketergantungan akan pencarian, muncullah keberuntungan (fortune)
* Dari ketergantungan akan keberuntungan, muncullah keputusan (decision/resolve)
* Dari ketergantungan akan keputusan, muncullah cinta (love)
* Dari ketergantungan akan cinta, muncullah perenungan (preoccupation)
* Dari ketergantungan akan perenungan, muncullah ikatan (attachment)
* Dari ketergantungan akan ikatan, muncullah kemalangan (miserliness)
* Dari ketergantungan akan kemalangan, muncullah perlindungan (protection)
* Dari ketergantungan akan perlindungan, muncullah Dhamma yang tidak sehat/duka (unwholesome Dhamma/ demerit)
Dhamma yang sehat (wholesome Dhamma) adalah pikiran yang dipenuhi oleh intelegensi, kebijaksanaan yang beralasan, dan perdamaian.
Dhamma yang tidak sehat (unwholesome Dhamma) adalah pikiran yang tidak berintelegensi, bodoh, tertekan, suram, dan gelisah.
Dhamma yang tidak sehat merupakan sikap bodoh seperti membunuh, berkelahi, bercekcok, memfitnah, dan berbohong. Pikiran yang diliputi oleh kegelapan batin dibatasi oleh deretan-deretan keinginan yang tidak pemah terpenuhi. Jika manusia di dunia ini ingin menemukan cara mengatasi dorongan dan keinginan yang merupakan kualitas laten dari pikiran mereka, mereka seharusnya mempelajari paticcasamuppada (Dependant Origination). Dhamma ini, yang merupakan kebijaksanaan transedental Buddha, adalah kunci untuk menyingkirkan Dhamma yang tidak sehat yang membuat manusia terjatuh ke dalam tumpukan penderitaan dan selalu diliputi kecemasan.
Paticcasamuppada dapat dibagi menjadi bentuk-bentuk yang berbeda dan kemudian dianalisis oleh para meditator untuk dipahami hingga mencapai kebijaksanaan. Mereka hams merenungkan setiap langkah dalam perputaran roda samsara, sehingga pemadaman akan terjadi secara bertumt-setiap langkah dalam perputaran roda samsara, sehingga pemadaman akan terjadi secara berturut-turut. Kebijaksanaan muncul diikuti dengan pengertian benar terhadap lingkaran keberadaan (cycle of existence). Tidak ada lagi keragu-raguan yang tertinggal sehubungan dengan kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian. Penglihatan akan kebenaran akan muncul. Kebenaran akan alam penderitaan akan dipahami dan diikuti dengan kejemuan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian. Realisasi ini akan membebaskan manusia dari lingkungan yang dipenuhi kekotoran-kekotoran batin (defilement), keinginan (craving), dan ikatan-ikatan (attachment)', semuanya akan tergantikan. Manusia tersebut akan mencapai Empat Kebenaran Mulia dan pada akhirnya mencapai Nibbana. Hal ini dapat disebut pemadaman (ex¬tinction), merupakan ruas jalan kebenaran, buah seorang arahat, dan Nibbana. Hal ini merupakan kebajikan tertinggi bagi manusia dan penghuni surga.
Paticcasamupadha ini merupakan pengenalan Dhamma yang didasarkan pada sebab akibat yang saling bergantungan (paticcasamuppada), dengan penggunaan simbol personifikasi dari ide-ide yang diungkapkan dengan menggunakan cat air dalam seni Thai.
Yaksha (Raksasa) menggambarkan waktu yang dihabiskan siang-malam oleh makhluk hidup yang dibodohi dan diliputi kegelapan batin. Dia merupakan makhluk kejam, yang terdiri dari 3 kekotoran batin. Penampilannya sangat bumk dan menakutkan. Dia menyeret semua makhluk hidup ke dalam api.
Lima kebodohan batin menyimbolkan lima kelompok (tubuh, perasaan, persepsi, kehendak, dan kesadaran) yang tidak boleh kita lekati karena mereka tidak kekal dan terus berubah sacara konstan sepanjang kehidupan manusia. Kulit harimau yang menyelimuti Yaksha menandakan pemabukan mental dan pembawaan laten yang membungkus dan melekat pada makhluk hidup, mendera mereka siang-malam.
Buddha di dalam lingkaran menyimbolkan gambaran Buddha (kebijaksanaan transedental), seseorang yang mengetahui, memiliki perhatian benar, yang dapat muncul dalam pikiran setiap orang. Setelah kegelapan batin (avijja) lenyap, Buddha (kebijaksanaan trasedental) membimbing manusia keluar dari samsara, karena kebijaksanaan tersebut melampaui karma, sebab dan akibat.
Mata putih Raksasa menggambarkan siang hari dan mata hitamnya menggambarkan malam hari. Siang dan malam hari secara konstan akan menelan kehidupan semua makhluk hidup. Bunga merah pada telinga Yaksa menggambarkan manusia dan binatang yang terpedaya oleh lima objek kenikmatan indria (bentuk, suara, wewangian, kecapan, benda-bendaberwujud).
Kalung yang terbakar menyimbolkan kekhawatiran manusia akan anak-anak, cucu-cucu, dan para relasi mereka. Gelang kaki menyimbolkan keterikatan pada rumah, tanah, perhiasan, dan kekayaan (harta bergerak dan tidak bergerak).
Gelang tangan menyimbolkan sepasang suami-istri yang terus merasa khawatir satu sama lain dan tidak bisa terpisahkan, mereka terikat bersama sampai hari kematian mereka.
Buddha di atas lingkaran berdiri dan menunjukkan jalan kepada Ananda (seorang pengikut-Nya) menunjukkan bahwa jalan satu-satunya untuk penghentian penderitaan adalah dengan melihat Empat Kebenaran Mulia, mengetahui bagaimana mempraktekkan Jalan Kebenaran Beruas Delapan, serta mengerti akan Paticcasamuppada. Dengan demikian, seseorang akan mampu terbebas dari samsara (mencapai Nibbana). Mereka tidak akan kembali lagi ke lingkaran karma serta kondisi Anicca, Dukkha, Anatta (ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa inti).
Kuku-kuku jari yang tajam, menusuk dan menakutkan, mengilustrasikan manusia dan binatang yang jatuh menjadi korban, siap dibinasakan olehnya. Mereka akan mendapat kesulitan besar untuk menghindar dari sepuluh ikatan dan pembawaan laten yang mengikat mereka di dalam tumimbal lahir.
Lingkaran Pertama
Babi merupakan hewan bodoh yang makan tanpa pengertian bahwa segala sesuatu merupakan elemen, hanya berupa elemen, tidak lebih dari itu. Ini menandakan seseorang yang kurang akan perhatian benar dalam perenungan mengenai empat sikap (makan, berjalan, duduk, dan berbaring). Maka akan muncul ide ke-Aku-an sebagai sebagai sesuatu diluar orang lain. Dalam waktu yang sama, proses tubuh dan pikiran pun berlangsung.
Vijja berarti seseorang yang mengetahui, yang tersadarkan
1. Rumus ini terdiri dari 12 nidana (mata rantai pokok sebab akibat), yaitu:
1. AvijjapaccayaSankhara
(karena adanya kegelapan batin, maka muncullah bentuk-bentuk karma)
2. Sankhara paccaya Vinnanam
(karena adanya bentuk-bentuk karma, maka muncullah kesadaran)
3. Vinnana paccaya Nama-Rupam
(karena adanya kesadaran, maka muncullah rohani-jasmani)
4. Nama-RupapaccayaSalayatanam
(karena adanya rohani-jasmani, maka muncullah enam landasan indria)
5. Salayatana paccaya Phasso
(karena adanya enam landasan indria, maka muncullah kesan-kesan/kontak)
6. Phassa paccaya Vedana
(karena adanya kesan-kesan/kontak, maka muncullah perasaan)
7. Vedana paccaya Tanha
(karena adanya perasaan, maka muncullah kerinduan/ kehausan)
8. Tanha paccaya Upadanam
(karena adanya kerinduan/kehausan, maka muncullah kemelekatan)
9. Upadana paccaya Bhavo
(karena adanya kemelekatan, maka muncullah proses penjelmaan)
10. Bhava paccaya Jati
(karena adanya proses penjelmaan, maka muncullah kelahiran)
11. Jati paccaya Jaramaranam
(karena adanya kelahiran, maka muncullah usia tua dan kematian)
Ada beberapa terhentinya dukkha yang dilukiskan dalam Hukum Paticcasamuppadayang meliputi sebagai berikut:
1. karena lenyapnya Avijja (kegelapan batin) terhentilah Sankhara (bentuk-bentuk karma)
2. karena lenyapnya S ankhara (bentuk-bentuk karma) terhentilah Vinnana (kesadaran).
3. karena lenyapnya Vinnana (kesadaran) tidak muncullah Nama-Rupa (batin-jasmani).
4. karena lenyapnya Nama-Rupa (batin-j asmani) terhentilah Salayatana (enam landasan indria)
5. karena lenyapnya Salayatana (enam landasan indria)terhentilah Phassa (kesan-kesan/kontak)
6. karena lenyapnya Phasso (kesan-kesan/kontak) terhentilah Vedana (perasaan)
7. karena lenyapnya Vedana (perasaan) terhentilah Tanha (kehausan/keriduan).
8. karena lenyapnya Tanha (kerinduan/kehausan) terhentilah Upadana (kemelekatan/ikatan).
9. karena lenyapnya Upadana (kemelekatan/ikatan) terhentilah Bhava (proses penjelmaan).
10. karena lenyapnya Bhava (proses penjelmaan) terhentilah Jati (kelahiran).
11. karena lenyapnya Jati (kelahiran) terhentilah Jaramarana (usia tua dankematian).
Susunan Keinginan seseorang:
* Dari ketergantungan akan dorongan (impulses), muncullah keinginan (craving)
* Dari ketergantungan akan keinginan, muncullah pencarian (searching/pursuit)
* Dari ketergantungan akan pencarian, muncullah keberuntungan (fortune)
* Dari ketergantungan akan keberuntungan, muncullah keputusan (decision/resolve)
* Dari ketergantungan akan keputusan, muncullah cinta (love)
* Dari ketergantungan akan cinta, muncullah perenungan (preoccupation)
* Dari ketergantungan akan perenungan, muncullah ikatan (attachment)
* Dari ketergantungan akan ikatan, muncullah kemalangan (miserliness)
* Dari ketergantungan akan kemalangan, muncullah perlindungan (protection)
* Dari ketergantungan akan perlindungan, muncullah Dhamma yang tidak sehat/duka (unwholesome Dhamma/ demerit)
Dhamma yang sehat (wholesome Dhamma) adalah pikiran yang dipenuhi oleh intelegensi, kebijaksanaan yang beralasan, dan perdamaian.
Dhamma yang tidak sehat (unwholesome Dhamma) adalah pikiran yang tidak berintelegensi, bodoh, tertekan, suram, dan gelisah.
Dhamma yang tidak sehat merupakan sikap bodoh seperti membunuh, berkelahi, bercekcok, memfitnah, dan berbohong. Pikiran yang diliputi oleh kegelapan batin dibatasi oleh deretan-deretan keinginan yang tidak pemah terpenuhi. Jika manusia di dunia ini ingin menemukan cara mengatasi dorongan dan keinginan yang merupakan kualitas laten dari pikiran mereka, mereka seharusnya mempelajari paticcasamuppada (Dependant Origination). Dhamma ini, yang merupakan kebijaksanaan transedental Buddha, adalah kunci untuk menyingkirkan Dhamma yang tidak sehat yang membuat manusia terjatuh ke dalam tumpukan penderitaan dan selalu diliputi kecemasan.
Paticcasamuppada dapat dibagi menjadi bentuk-bentuk yang berbeda dan kemudian dianalisis oleh para meditator untuk dipahami hingga mencapai kebijaksanaan. Mereka hams merenungkan setiap langkah dalam perputaran roda samsara, sehingga pemadaman akan terjadi secara bertumt-setiap langkah dalam perputaran roda samsara, sehingga pemadaman akan terjadi secara berturut-turut. Kebijaksanaan muncul diikuti dengan pengertian benar terhadap lingkaran keberadaan (cycle of existence). Tidak ada lagi keragu-raguan yang tertinggal sehubungan dengan kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian. Penglihatan akan kebenaran akan muncul. Kebenaran akan alam penderitaan akan dipahami dan diikuti dengan kejemuan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian. Realisasi ini akan membebaskan manusia dari lingkungan yang dipenuhi kekotoran-kekotoran batin (defilement), keinginan (craving), dan ikatan-ikatan (attachment)', semuanya akan tergantikan. Manusia tersebut akan mencapai Empat Kebenaran Mulia dan pada akhirnya mencapai Nibbana. Hal ini dapat disebut pemadaman (ex¬tinction), merupakan ruas jalan kebenaran, buah seorang arahat, dan Nibbana. Hal ini merupakan kebajikan tertinggi bagi manusia dan penghuni surga.
Paticcasamupadha ini merupakan pengenalan Dhamma yang didasarkan pada sebab akibat yang saling bergantungan (paticcasamuppada), dengan penggunaan simbol personifikasi dari ide-ide yang diungkapkan dengan menggunakan cat air dalam seni Thai.
Yaksha (Raksasa) menggambarkan waktu yang dihabiskan siang-malam oleh makhluk hidup yang dibodohi dan diliputi kegelapan batin. Dia merupakan makhluk kejam, yang terdiri dari 3 kekotoran batin. Penampilannya sangat bumk dan menakutkan. Dia menyeret semua makhluk hidup ke dalam api.
Lima kebodohan batin menyimbolkan lima kelompok (tubuh, perasaan, persepsi, kehendak, dan kesadaran) yang tidak boleh kita lekati karena mereka tidak kekal dan terus berubah sacara konstan sepanjang kehidupan manusia. Kulit harimau yang menyelimuti Yaksha menandakan pemabukan mental dan pembawaan laten yang membungkus dan melekat pada makhluk hidup, mendera mereka siang-malam.
Buddha di dalam lingkaran menyimbolkan gambaran Buddha (kebijaksanaan transedental), seseorang yang mengetahui, memiliki perhatian benar, yang dapat muncul dalam pikiran setiap orang. Setelah kegelapan batin (avijja) lenyap, Buddha (kebijaksanaan trasedental) membimbing manusia keluar dari samsara, karena kebijaksanaan tersebut melampaui karma, sebab dan akibat.
Mata putih Raksasa menggambarkan siang hari dan mata hitamnya menggambarkan malam hari. Siang dan malam hari secara konstan akan menelan kehidupan semua makhluk hidup. Bunga merah pada telinga Yaksa menggambarkan manusia dan binatang yang terpedaya oleh lima objek kenikmatan indria (bentuk, suara, wewangian, kecapan, benda-bendaberwujud).
Kalung yang terbakar menyimbolkan kekhawatiran manusia akan anak-anak, cucu-cucu, dan para relasi mereka. Gelang kaki menyimbolkan keterikatan pada rumah, tanah, perhiasan, dan kekayaan (harta bergerak dan tidak bergerak).
Gelang tangan menyimbolkan sepasang suami-istri yang terus merasa khawatir satu sama lain dan tidak bisa terpisahkan, mereka terikat bersama sampai hari kematian mereka.
Buddha di atas lingkaran berdiri dan menunjukkan jalan kepada Ananda (seorang pengikut-Nya) menunjukkan bahwa jalan satu-satunya untuk penghentian penderitaan adalah dengan melihat Empat Kebenaran Mulia, mengetahui bagaimana mempraktekkan Jalan Kebenaran Beruas Delapan, serta mengerti akan Paticcasamuppada. Dengan demikian, seseorang akan mampu terbebas dari samsara (mencapai Nibbana). Mereka tidak akan kembali lagi ke lingkaran karma serta kondisi Anicca, Dukkha, Anatta (ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa inti).
Kuku-kuku jari yang tajam, menusuk dan menakutkan, mengilustrasikan manusia dan binatang yang jatuh menjadi korban, siap dibinasakan olehnya. Mereka akan mendapat kesulitan besar untuk menghindar dari sepuluh ikatan dan pembawaan laten yang mengikat mereka di dalam tumimbal lahir.
Lingkaran Pertama
Babi merupakan hewan bodoh yang makan tanpa pengertian bahwa segala sesuatu merupakan elemen, hanya berupa elemen, tidak lebih dari itu. Ini menandakan seseorang yang kurang akan perhatian benar dalam perenungan mengenai empat sikap (makan, berjalan, duduk, dan berbaring). Maka akan muncul ide ke-Aku-an sebagai sebagai sesuatu diluar orang lain. Dalam waktu yang sama, proses tubuh dan pikiran pun berlangsung.
Vijja berarti seseorang yang mengetahui, yang tersadarkan
Dalam Kitab Suci Tipitaka (Pali) banyak ditulis saat-saat ketika pertapa Gotama berhasil memahami Hukum Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan, sehingga akhirnya Beliau berhasil mencapai Penerangan Sempurna (Sammasam-Buddha). Akan. tetapi hal yang terpenting adalah proses pemahaman "hukum" itu sendiri yang terjadi sesaat sebelum pencapaian Penerangan Sempurna. Para Buddha telah mencapai Penerangan Sempuma mereka melalui proses ini.
Kata "Paticcasamuppada" mempunyai arti : Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan atau timbul karena kondisi-kondisi yang saling bergantungan.
Paticcasamuppada ini adalah untuk memperlihatkan kebenaran dari keadaan yang sebenarnya, dimana tidak ada sesuatu itu timbul tanpa sebab. Bila kita mempelajari Hukum Paticcasamuppada ini dengan sungguh-sungguh, kita akan terbebas dan pandangan salah dan dapat melihat hidup dan kehidupan ini dengan sewajarnya.
Paticcasamuppada ini adalah merupakan obyek dasar dari Vipassana Bhavana termasuk salah satu obyek dari keenam obyek dasar Vipassana Bhavana, yaitu :
- Khadha 5/Pancakkhandha
- Dhatu 18
- Ayatana 12
- Indriya 22
- Paticcasamuppada
- Ariya Sacca/Cattari Ariya Saccani
Paticcasamuppada ada 12 faktor sebagai berikut :
- Avijja paccaya sankhara : Dengan adanya Avijja (kebodohan bathin) maka muncullah Sankhara (bentuk-bentuk karma).
- Sankhara paccaya vinnanam : Dengan adanya Sankhara (bentuk-bentuk karma) maka muncullah Vinnana (kesadaran).
- Vinnana paccaya nama-rupam : Dengan adanya Vinnana (kesadaran) maka muncullah Nama-Rupa (bathin jasmani).
- Nama-Rupa paccaya salayatanam : Dengan adanya Nama-Rupa (bathin-jasmani) maka muncullah Salayatana (enam landasan indera).
- Salayatana paccaya phasso : Dengan adanya Salayatana (enam landasan indera) maka muncullah Phassa (kesan-kesan/kontak).
- Phassa paccaya vedana : Dengan adanya Phassa (kesan-kesan kontak) maka muncullah Vedana (perasaan).
- Vedana paccaya tanha : Dengan adanya Vedana (perasaan) maka muncullah Tanha (keinginan rendah).
- Tanha paccaya upadanam : Dengan adanya Tanha (keinginan rendah), maka muncullah Upadana (kemelekatan)
- Upadanna paccaya bhavo : Dengan adanya Upadana (kemelekatan) maka muncullah Bhava (penjadian).
- Bhava paccaya jati : Dengan adanya Bhava (penjadian) maka muncullah Jati (kelahiran).
- Jati paccaya jara-maranam : Dengan adanya Jati (kelahiran) maka muncullah Jara (ketuaan) dan Marana (kematian).
Arti secara terperinci dari Paticcasamuppada 12, yaitu :
- Avijja (Pali) atau Avidya (Sansekerta), berarti kegelapan bathin atau kebodohan bathin, karena tidak menembus Empat Kesunyataan Suci, sehingga orang terus-menerus berpegangan kepada kepercayaan tentang adanya "diri yang kekal" atau "aku yang kekal" dan terpisah. Dengan itu orang terns melakukan,dan mengikatkan dirinya pada perbuatan-perbuatannya yang baik atau yang jahat, sehingga ia tumimbal-lahir terus-menerus.
- Sankhara, berarti bentuk-bentuk bathin yang mernpakan kehendak (cetana) yang membabar dalam perbuatan, perkataan dan pikiran, yang juga dapat disebut bentukbentuk karma.
- Vinnana, berarti kesadaran, yang dimaksudkan adalah kesadaran yang merupakan akibat (vipaka) dari bentuk-bentuk karma (sankhara) yang baik atau yang jahat. Kesadaran ini disebut "patisandhivinnana" atau kesadaran yang bertumimbal lahir pada suatu bentuk kehidupan baru.
- Nama-Rupa, berarti bathin danjasmani. Dengan bathin disini hanya dimaksudkan tiga Khandha (kelompok kehidupan), yaitu : vedana (perasaan), sanna (pencerapan) dan sankhara (bentuk bathin). Sedangkan vinnana (kesadaran) tidak termasuk, karena merupakan dasar syarat bagi pertumbuhan Nama-Rupa (bathinjasmani). Tetapi, jika tidak berhubungan dengan Paticcasamuppada, maka yang disebut Nama (Bathin) selalu terdiri dari empat khandha, yaitu vedana (perasaan), sanna (pencerapan), sankhara (bentuk bathin) dan vinnana (kesadaran).
- Salayatana, berarti enam landasan indera (mata, telinga, hidung, lidah, jasmani dan pikiran). Enam Landasan Indera ini muncul berbarengan dan bersama dengan Nama-Rupa (Bathin-Jasmani). Enam Landasan Indera ini merupakan akibat (vipaka) karma dari kehidupan yang lampau.
- Phassa, berarti kesan-kesan/kontak, yaitu :
- kesan/kontak mata
- kesan/kontak telingga
- kesan/kontak hidung
- kesan/kontak lidah
- kesan/kontak jasmani
- kesan/kontak pikiran
- Vedana, berarti perasaan. Perasaan yang muncul dari kesan-kesan : mata, telinga, hidung, lidah, jasmani dan pikiran.
- Tanha, berarti keinginan rendah atau kehausan yang tak habis-habisnya, mencari kepuasan di sana-sini. Terdapat tiga macam Tanha, yaitu :
“Jadinya Berbeda Pengertian Singkatan Nama-Rupa Dalam Pancakkhandha
Dengan Nama-Rupa Dalam Paticcassamuppada.”
a. Kama-tanha, ialah kehausan terhadap kesenangan-kesenangan indera yaitu kehausan pada :
a. bentuk yang indah
b. suara yang merdu
c. bau yang wangi semerbak
d. rasa yang enak dan nikmat
e. sentuhan yang empuk dan halus
f. bentuk-bentuk bathin yang menyenangkan
b. Bhava-tanha, ialah kehausan untuk menjelma berdasarkan kepercayaan tentang adanya "aku" yang kekal dan terpisah (attavada).
c. Vibhava-tanha, ialah kehausan untuk memusnahkan diri berdasarkan kepercayaan yang salah, yang menganggap bahwa setelah mati tamatlah atau habislah riwayat tiap manusia/makhluk (ucchedavada).
Upadana, ialah kemelekatan, yang terdiri dari 4 macam, yaitu :
. Kamupadana, ialah kemelekatan pada bentuk, suara, bau, rasa, sentuhan dan kesan pikiran. Atau kemelekatan pada kesenangan indera.
a. Ditthupadana, ialah kemelekatan pada pandangan yang salah, yaitu : yang benar dikatakan salah, yang baik dikatakan buruk, yang berguna dikatakan tidak berguna dan lain-Iainnya.
b. Silabbatupadana, ialah kemelekatan pada upacara agama, yang menganggap bahwa upacara agama dapat menghasilkan kesucian.
c. Attavadupadana, ialah kemelekatan pada kepercayaan tentang adanya "aku" atau "atta" yang kekal dan terpisah.
Bhava, ialah proses dumadi, yang terdiri dari dua macam, yaitu :
. Kammabhava, ialah proses kamma yaitu munculnya bentuk -bentuk karma yang menyebabkan tumimbal lahir.
a. Upattibhava, ialah proses tumimbal-Iahir, yaitu buah-buah kamma yang lalu (vipaka-kamma).
Jati, ialah kelahiran yaitu munculnya kelima khandha (pancakhandha).
Jara-marana, ialah ketuaan dan kematian, yang merupakan rangkaian penderitaan, seperti kesakitan, susah hati, kesedihan, ratap tangis, putus asa, kecewa, kematian dan lain-Iainnya.
Patticcasamuppada ini terbagi 7 (tujuh) bagian yaitu :
. Tayo-addha : 3 masa.
a. Dvadasafigani : 12 faktor
b. Visatakara : 20 cara
c. Tisandhi : 3 hubungan
d. Catusankhepa : 4 hubungan
e. Tini-Vattani : 3 lingkaran
f. Dve-mulani : 2 akar
Penjelasan :
- Tayo-Addha adalah 3 masa, yaitu Avijja dan Sankhara faktor ini termasuk Atita-Addha (masa yang lampau). Jati dan Jara-marana 2 faktor ini termasuk Anagata addha (masa yang akan datang). Sedangkan selebihnya dibagian tengah ada 8 faktor (vinnana, nama-rupa, salayatana, phassa, vedana, tanha, upadana dan bhava) termasuk Paccuppanna-addha (masa yang sekarang)
- Dvadasangani adalah 12 faktor, yaitu Avijja, Sankhara, Vinnana, Nama-Rupa, Salayatana, Phassa, Vedana, Tanha, Upadana, Bhava, Jati dan Jara marana.
- Visatakara adalah 20 cara, yaitu :
- Keadaan yang menjadi sebab yang lampau (atitahetu) ada 5 faktor, yaitu Avijja, Sankhara, Tanha, Upadana dan Bhava.
- Keadaan yang menjadi akibat yang sekarang (paccuppanna-phala) ada 5 faktor yaitu, Vinnana, Nama-Rupa, Salayatana, Phassa dan Vedana.
- Keadaan yang menjadi sebab yang sekarang (paccuppanna-hetu) ada 5 faktor, yaitu Tanha, Upadana, Bhava, Avijja dan Sankhara.
- Keadaan yang menjadi akibat yang akan datang (anagata-phala) ada 5 faktor, yaitu Vinnana, Nama Rupa, Salayatana, Phassa dan Vedana.
- Tisandhi adalah 3 hubungan, yaitu Sankhara dengan Vinnana menjadi 1 hubungan, Vedana dengan Tanha menjadi 1 hubungan Bhava dengan Jati menjadi 1 hubungan.
- Catusankhepa adalah 4 bagian, yaitu :
- Avijja dan Sankhara jumlah 2 faktor ini menjadi 1 bagian.
- Vinna, Nama-Rupa, Salayatana, Phassa dan Vedana jumlah 5 faktor ini menjadi 1 bagian.
- Tanha, Upadana dan Bhava jumlah 3 faktor ini menjadi 1 bagian.
- Jati dan Jara-marana jumlah 2 faktor ini menjadi 1 bagian.
- Tini-Vattani adalah 3 lingkaran, yaitu :
- Avijja, Tanha dan Upadana jumlah 3 faktor ini menjadi Kilesa-Vatta.
- Sankhara dan Bhava (khusus Kamma-Bhava) jumlah 2 faktor ini menjadi Kamma-Vatta.
- Vinnana, Nama-Rupa, Salayatana, Phassa, Vedana dan Bhava (khusus Uppati-Bhava), Jati dan Jaramarana jumlah 8 faktor ini menjadi Vipaka- Vatta.
- Dvemulani adalah 2 akar, yaitu Avijja dan Tanha.
Rumusan keseluruhan hukum Paticcasamuppada itu diringkaskan sebagai berikut :
"Dengan adanya ini, adalah itu, dengan timbulnya ini timbullah itu. Dengan tidak adanya ini, tidak adalah itu, dengan lenyapnya ini, lenyaplah itu".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar