Kamis, 14 Juni 2012

KONSEP TENTANG MANUSIA

Dalam ajaran agama Buddha, manusia menempati kedudukan yang khusus dan tampak memberi corak yang dominan pada hampir seluruh ajarannya. Kenyataan yang dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari merupakan titik tolak dan dasar dari seluruh ajaran Buddha. Hal ini dibicarakan dalam ajaran yang disebut tilakhana (Tiga corak umum agama Buddha), catur arya satyani (empat kesunyataan mulia), hukum karma (hukum perbuatan), dan tumimbal lahir (kelahiran kembali).
Manusia, menurut ajaran Buddha, adalah kumpulan dari energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak, yang disebut Pancakhanda atau lima kelompok kegemaran yaitu rupakhanda (jasmani), vedanakhanda (pencerahan), sannakhandha (pencerapan), shankharakhandha (bentuk-bentuk pikiran), dan vinnanakhandha (kesadaran) . Kelima kelompok tersebut saling berkaitan dan bergantung satu sama lain dalam proses berangkai, kesadaran ada karena adanya pikiran, pikiran timbul disebabkan adanya penyerapan, penyerapan tercipta karena adanya perasaan, dan perasaan timbul karena adanya wujud atau Rupa. Kelima khanda tersebut juga sering diringkas menjadi dua yaitu: nama dan rupa. Nama adalah kumpulan dari perasaan, pikiran, penyerapan dan perasaan yang dapat digolongkan sebagai unsur rohaniah, sedang Rupa adalah badan jasmani yang terdiri dari empat unsur materi yaitu unsur tanah, air, api, dan udara atau hawa.
Manusia dalam ajaran Buddha merupakan makhluk dimana jenis kelaminnya ditentukan pada saat pembuahan karena karma dari perbuatannya dalam hidup terdahulu. Ditinjau dari hukum karma, ada akibatnya bila orang melakukan pelanggaran seksual. Ajaran Budhha sangat menuntut disiplin dalam perbuatan seksual. Dan kedua unsur tersebut diatas adalah dasar dari manusia, oleh karena itu, Sebagaimana dijelaskan dalam buku filsafat whitehead tentang jati diri manusia bahwa emosi, kenikmatan, harapan, kekuatan, penyesalan dan macam-macam pengalaman mental adalah unsur-unsur pembentuk jiwa manusia. Badan juga berfungsi sebagi “bidang ekspresi manusia”. Jiwa manusia adalah kesatuan yang kompleks dari kegiatan-kegiatan mental, dari yang paling rendah hingga yang bersifat intelektual.
Dalam agama Buddhis manusia terikat oleh 5 kelompok ikatan Skanda (panca skanda) yang terdiri dari rupa (bentuk jasmani), vedanna (perasaan), sanna (pencerapan, penginderaan), sankhara (bentuk pikiran), vinnana (kesadaran).
Tujuan akhir manusia adalah mencapai pencerahan atau Nibbana, dengan tercapainya nibbana tidak ada lagi keinginan yang diharapkan oleh manusia, tak ada harapan apapun, tidak lagi memikirkan akan kelangsungan dirinya. Dengan mencapai tahap ini manusia sudah tidak lagi memiliki keinginan, nafsu-nafsu kotor, sudah lepas dari segala ikatan dunia dan ikatan kamma itu sendiri.
Manusia memiliki potensi yang tak terbatas. Dimana potensi trersebut banyak tidak dipergunakan oleh manusia. Selama manusia tidak menyadari potensi yang dimilikinya, makan akan sulitlah bagi manusia untuk mencapai tujuan akhir umat Buddha yaitu Nibbana (kebahagian tertinggi). Nibbana adalah suatu “keadaan”, seperti diajarkan oleh sang Buddha, Nibbana adalah keadaan yang pasti setelah keinginan lenyap. Api menjadi padam karena kehabisan bahan bakar. Nibbana adalah padamnya keinginan, ikatan-ikatan, nafsu-nafsu, kekotoran-kekotoran batin. Dengan demikian Nibbana adalah kesunyataan abadi, tidak dilahirkan (na uppado- pannayati), tidak termusnah (na vayo-pannayati), ada dan tidak berubah (nathitassannahattan-pannayati). Nibbana disebut juga asankhata-dhamma (keadaan tanpa syarat, tidak berkondisi). Dalam Paramathadi panitika disebutkan Natthi Vanam Etthani Nibbanam (keadaan yang tenang yang timbul dengan terbebasnya dari tanha/keinginan rendah disebut Nibbana).
Cara untuk mencapai pecerahan adalah dengan menembus empat kesunyataan mulia (catur arya styani), tekun melakukan perenungan terhadap kelima skanda sebagai sesuatu yang tidak kekal (anicca), tidak bebas dari derita (dukkha), dan tanpa aku (anatta). Menyelami bahwa apa yang disebut makhluk atau diri tidak lain adalah proses atau arus keadaan mental dan jasmani yang saling bergantung (paticca samuppada). Dengan menganalisa ia menyelami bahwa semua hanyalah sebuah arus dari sebab dan akibat. Meneliti dengan cermat sifat sebab-akibat sehingga menembusi alam kesadaran yang lebih tinggi. Seluruh alam semesta tidak lain adalah berisi bermacam arus dan getaran yang tidak kekal. Dengan penembusan ini nafsu keinginan, kehausan akan penjelmaan akan terhenti, dan muncul dalam jalan kesucian, sampai bersatu dengan Kesadaran Agung Nirvana.
Jalan untuk mencapainya tertuang dalam delapan jalan utama (Hasta Arya Marga) yang terdiri dari tiga usaha besar yang harus dijalankan tiap hari yaitu: menjalankan Panna (kebijaksanaan), Sila (tata susila hidup bermasyarakat), dan Samadhi (membebaskan diri dari nafsu keinginan untuk sampai pada kesadaran).
Mereka yang mencapai nibbana tidak lagi menaruh perhatian terhadap kelangsungan dirinya. Kematian dapat tiba menurut kehendaknya atau setelah umurnya selesai. Mereka tidak lagi menimbun kamma baru, melainkan sekedar menghabiskan akibat kamma lampaunya.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai nibbana yaitu:
1.                   Kita harus menyadari bahwa umat manusia memiliki potensi tidak terbatas. Kalau manusia diartikan sebagai mahkluk lemah dan tidak berdaya yang terus menerus terombang-ambing oleh aliran takdir maka tidak ada kemungkinan mencapai nibbana. Ajaran Buddha menyadari sepenuhnya kaebaikan manusia yang tidak terbatas.
2.                   Adanya dorongan yang kuat dari dalam batin untuk mencapai nibbana. Keinginan yang kuat bukanlah berasal dari luar. Kesadaran akan pentingnya keinginan untuk mencapai nibbna ini sangat penting. Nibbana adalah tanggung jawab seklaigus hak.
3.                   Harus ada kesadaran apabila umat manusia akan mendapatkan hasil kalau dia berusha terlebih dahulu. Ini berarti kalau anda telah menebar benih, maka anda berhak menuai hasilnya.
Dari tiga hal diatas dapat diambil kesimpulan untuk mencapai nibbana manusia harus memenuhi tiga syarat yaitu menyadari ketidakterbatasan potensi manusia, memiliki keinginan untuk mencapai nibbana dan langsung berusaha mewujudkan keinginan tersebut, dan meyakini bahwa di dunia spiritual tetap berlaku hukum sebab-akibat. Jika anda menabur benih dan berusaha memeliharanya agar tumbuh dengan baik, pasti benih itu akan mendatangkan hasil.

PATICCA-SAMUPPADA
Bunyi hukum paticca-samuppada
Perkataan paticcasamuppada terdiri atas Paticca artinya disyaratkan dan kata Samuppada artinya muncul bersamaan. Jadi  paticca-samuppada artinya mucul bersamaan karena syarat berantai, atau pokok permulaan sebab akibat yang saling bergantungan.
Prinsip dari ajaran hukum paticcasamuppada diberikan dalam empat rumus pendek yang berbunyi sebagai berikut.
I.          Imasming Sati Idang Hoti
Dengan adanya ini maka terjadilah itu.
II.        Imassupada Idang Uppajati
Dengan timbulnya ini maka timbulah itu.
III.       Imasming Asati Idang Na Hoti
Dengan tidak adanya ini maka tidak adalah itu.
IV.       Imassa Nirodha Idang Nirujjati
Dengan terhentinya ini maka terhentinya itu.
Berdasarkan prinsip dari saling menjadikan, relativitas dan saling bergantungan maka seluruh kelangsungan dan kelanjutan hidup dan juga terhentinya hidup telah diterangkan dalam satu rumus dari dua belas pokok yang dikenal sebagai paticcasamuppada.
1.         Avijja Paccaya Sankhara
Dengan adanya ketidaktahuan maka terjadilah bentuk-bentuk kama.
2.         Sankhara Paccaya Vinnanang
Dengan adanya bebtuk-bentuk kamma maka terjadilah kesadaraan.
3.         Vinana Paccaya Namarumpang
Dengan adanya kesadaran maka terjadilah rohani jasmani.
4.         Namarupa Paccaya Salayatanang
Dengan adanya kesadaran rohani jasmani maka terjadilah enam landasan indranya.
5.         Salayatana Paccaya Phasso
Dengan adanya enam landasan indriya maka terjadilah kontak/kesan-kesan.
6.         Phassa Paccaya Vedana
Dengan adanya kontak maka terjadilah perasaan.
7.         Vedana Paccaya Tanha.
Dengan adanya perasaan maka terjadilah keinginan.
8.         Tanha Paccaya Upadanang
Dengan adanya tanha maka terjadilah kemelekatan.
9.         Upadana Paccaya Bhavo
Dengan adanya kemelekatan maka terjadilah proses penjelmaan
10.       Bahava Paccaya Jati
Dengan adanya proses penjelmaan maka terjadilah kelahiran.
11.       Jati Paccaya Jaramaranang
Dengan adanya tumimbal-lahir maka terjadilah kelapukan keluh kesah, sakit, kematian, dll.
12.       Jara-Marra
Kematian, kelapukan, keluh kesah, sakit, dll, sebagai akibat dari tumimbal-lahir.
»»  READMORE...

KONSEP TENTANG ALAM


Menurut sang Buddha, bahwa sifat segala sesuatu adalah terus berubah (anicca). Begitu pula dengan sifat alam. Alam bersifat dinamis dan kinetik, selalu berproses dengan seimbang. Unsur-unsur alam yang tampak dalam pandangan Buddha ada empat, yakniu unsur padat (pathavi), cair (apo), panas (tejo), gerak (vayo).
Hukum yang berlaku pada alam (alam semesta) dapat dikategorikan dalam lima aturan yang disebut panca niyamadhamma,  yaitu utuniyama (hukum fisika), bijaniyama (hukum biologi), cittaniyama (hukum psikologis), kammaniyama (hukum moral), dhammaniyama (hukum kausalitas).[1]
Dalam bahasa pali, alam semesta disebut Loka. Loka bukanlah perkataan yang sudah tertentu pemakaiannya, tapi meliputi material (rupa) dan immaterial (aruka), dan pengertiannya sangat tergantung pada pemakaiannya. Namun pengertian yang pokok tidak terlepas dari ajaran Budha, yaitu sesuatu yang terbentuk dari sebab yang mendahuluinnya dan tidak kekal.
Loka, yang berakar kata “lok” berarti melihat, secara umum menunjuk kepada sesuatu yang dapat di tanggapi oleh panca indra atau oleh perasaan dan pikiran manusia, sekalipun masih dalam keadaan samar-samar. Mulai dari partikel atom yang tidak terkirakan kecilnya sampai wujud yang besar, mulai dari yang anorganik sampai pada organik, mulai dari yang paling sederhana susunan tubuhnya sampai yang paling rumit seperti halnya tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, dewa, dan brahmana dengan segala kecenderungan, perbuatan dan kehendak mereka.
Menurut ajaran budha, seluruh alam ini adalah cipataan yang timbul dari sebab-sebab yang mendahuluinya serta tidak kekal. Oleh karena itu ia disebut sankhata dharmayang berarti ada, yang tidak mutlak dan mempunyai corak timbul, lenyap dan berubah. Sinonim dengan kata sankhata adalah sankhara yaitu saling bergantungan, sesuatu yang timbul dari sebab yang mendahuluinya. Alam semesta adalah suatu proses kenyataan yang selalu dalam keadaan menjadi. Hakikat kenyataan itu adalah harus perubahan dari suatu keadaan menjadi keadaan lain yang berurutan. Karena itu, alam semesta adalah sankhara yang bersifat tidak kekal (anicca atau anitya), selalu dalam perubahan (dukkha) dan bukan jiwa (atta atau atman), tidak mengandung suatu substansi yang tidak bersyarat.Dalam visudha Maga 2204, loka tersebut digolong-golongkan atas sankharaloka, sattaloka, dan okasaloka.
Ø  Sankaraloka adalah alam mahluk yang tidak mempunyai kehendak seperti benda-benda mati, batu emas, logam dan semua sumber alamiah yang diperlukan manusia. Termasuk dalam pengertian ini adalah alam hayat yang tidak mempunyi kehendak dan ciptaan pikiran seperti ide, opini, konsepsi, peradaban, kebudayaan dan sebagainya.
Ø  Sattaloka adalah alam para mahluk hidup yang mempunyai kehendak mulai dari mahluk hidup yang rendah hingga mahluk yang tinggi, kelihatan atau tidak, seperti setan, manusia, dewa, dan Brahma. Mahluk-mahluk tersebut dibesarkan bukan berdasarkan jasmaniahnya, melainkan berdasarkan sikap bathin, atau hal yang menguasai pikiran dan suka duka sebagai akibatnya. Termasuk dalam sattaloka adalah 31 alam kehidupan yang dapat dikelompokan menjadi a. kamaloka, b. rupaloka, danc. arupaloka.
a.       Kamaloka
Kamaloka meliputi sebelas alam, yaitu :
1.      Alam para Dewata yang menikmati ciptaan-ciptaan lain
2.      Alam para dewata yang menikmati ciptaannya sendiri
3.      Alam para dewata yang menikmati kesenangan
4.      Alam dewata Yama
5.      Alam 33 dewata
6.      Alam tempat maharaja
7.      Jagat manusia
8.      Dunia hewan
9.      Dunia makhluk yang tidak bahagia
10.  Dunia setan
11.  Daerah neraka.
Alam ini terdiri dari bahan-bahan kasar dan unsur-unsur tanah, air, api dan udara, dan dialami oleh makhluk-makhluk yang bebadan kasar atau jasmani. Di bawah sekali dari alam ini terletak neraka yang dingin dan panas. Diatasnya terletak bidang keping bumi dengan daratan dan lautan yang terkumpul di sekeliling gunung Meru. Disini hidup binatang, manusia, hantu dan badan-badan halus yang jahat. Disekitar meru beradalah matahari, bulan dan bintang-bintang. Diatas meru tinggal berbagai golongan dewa. Dewa lainnya berada di alam yang tinggi, di dalam istana yang melayang-layang. Namun mahluk ini masih tetap berada dalam lingkungan kamma.
b.      Rupaloka
Rupaloka atau alam bentuk, terdiri dari 16 alam Brahma yang bisa dicapai dengan mengheningkan cipta dalam samadhi. Para Bhikkhu itu yang sedang besamadhi dapat berhubungan dengan mahluk-mahluk yang terdapat dalam alam-alam ini, sebab paradewa yang tinggal didalamnya masih mempunyai badan yang lebih halus tetapi berada diatas hawa nafsu.
c.       Arupalokka
Arupaloka adalah alam tanpa bentuk yaitu alam dewa yang tidak berbadan, yang hidup setelah mencapai tingkatan keempat dalam samadhi. Alam ini terdiri dari,
1.      Alam bukan persepsi dan bukan non-persepsi
2.      Alam pengetahuan kekosongan
3.      Alam kesadaran yang tidak terhingga
4.      Alam ketidak terhinggaan ruang.
Ø Okasaloka adalah alam tempat. Disini terdapat dan hidup mahluk-mahluk diatas, seperti bumi adalah okasaloka tempat manusia hidup dan tempat bend-benda matiseperti besi, batu dan sebagainnya. Alam dewa adalah okasaloka tempat para dewa hidup. Alam neraka adalah okasaloka tempat mahluk-mahluk rendah yang menderita.
Menurut kepercayaan agama budha alam tersebut diatas bukan diciptakan Tuhan, dan Tuhan tidak mengaturnya. Agama budha selalu menghindari membicarakan persoalan hubungan Tuhan atau Yang Mutlak dengan alam yang tidak mutlak karena dikhawatirkan dapat menimbulkan problem metafissika yang tidak habis-habisnya. Segala sesuatu dialam semesta ini dikembalikan dalam rangkain sebab-akibat, berdasarkan aturan yang berlaku di mana-mana, yang dinamakan hukum. Dalam pengertian ini, setiap hubungan sebab-akibat harus dianggap sebagai manifestasi dari suatu hukum yang berlaku di mana-mana. Hukum yang tetap, yang pasti, disebut dharma, yang mengatur tata tertib alam semesta, tidak tercipta, kekal dan imanent.[2]


[1]http://willyyandi.wordpress.com/tag/ekologi-agama-buddha/ 12-03-2012/15.33
[2]Mukti Ali, agama-agama di Dunia, (yogyakarta :IAIN sunan kalijaga press, 1988), hal. 121-123
»»  READMORE...

Kamis, 07 Juni 2012

AGAMA BUDDHA DI CHINA


Buddhisme atau   (fójiào) pertama kali dibawa ke Cina dari India oleh para misionaris dan pedagang di sepanjang Jalan Sutra yang menghubungkan Cina dengan Eropa pada akhir Dinasti Han (202 SM - 220 M).
Pada saat itu, Buddhisme India sudah lebih dari 500 tahun, tetapi iman tidak mulai berkembang di China sampai penurunan dari Dinasti Han dan mengakhiri keyakinan ketat Konfusianisme.
Sebelum agama Buddha masuk di Cina, masyarakat Cina sudah memiliki kepercayaan sendiri, yakni Kong Hu Chu yang diajarkan oleh Confusius, dan Tao yang diajarkan oleh Lao Tzu. Confusius mengajarkan tentang “jen” sebagai azas kesatuan, sedangkan Lao Tzu mengajarkan tentang “Tao Te Ching”. Agama Buddha mulai berkembang di Cina sekitar abd ke-2 s.M melalui Asia Tengah serta mulai berpengaruh pada masa pemerintahan kaisar Ming (58-75 M).
Dalam filsafat Buddha . Ada orang-orang yang mengikuti Buddhisme Theravada tradisional, yang melibatkan meditasi yang ketat dan membaca lebih dekat dari ajaran asli Sang Buddha. Buddhisme Theravada menonjol di Sri Lanka dan sebagian besar Asia Tenggara.
Agama Buddha yang memegang di Cina adalah Mahayana Buddhisme, yang mencakup berbagai bentuk seperti Buddhisme Zen, Pure Tanah Buddhisme dan Buddhisme Tibet - juga dikenal sebagai Lamaism.
Mahayana Buddhis percaya di banding yang lebih luas dengan ajaran Buddha dibandingkan dengan pertanyaan filosofis yang lebih abstrak diajukan dalam Buddhisme Theravada. Buddha Mahayana juga menerima Buddha kontemporer seperti Amitabha, Buddha Theravada yang tidak.
Buddhisme mampu untuk secara langsung menjawab konsep penderitaan manusia - yang memiliki daya tarik yang luas untuk orang Cina yang berurusan dengan kekacauan dan perpecahan negara berperang bersaing untuk kontrol setelah jatuhnya Han.
Banyak etnis minoritas di China juga mengadopsi ajaran Buddha. (Lihat grafik)
Buddhisme sebagai Agama Negara:
Popularitas Buddhisme, menyebabkan konversi cepat untuk Buddhisme kemudian oleh penguasa Cina. Sui dan Dinasti Tang berikutnya semua diadopsi Buddha sebagai agama mereka.
Agama ini juga digunakan oleh penguasa asing dari Cina, seperti Dinasti Yuan dan Manchu, untuk menghubungkan dengan Cina dan membenarkan kekuasaan mereka. Para Machus diupayakan untuk menarik paralel antara agama Buddha. agama asing, dan pemerintahan mereka sendiri sebagai pemimpin asing.
Kontemporer Buddhisme:
Meskipun pergeseran China untuk ateisme setelah Komunis menguasai Cina pada tahun 1949, Buddha terus tumbuh di Cina, terutama setelah reformasi ekonomi pada tahun 1980an.
Saat ini ada diperkirakan pengikut agama Buddha di Cina dan lebih dari 20.000 kuil Buddha. Ini adalah agama terbesar di Cina.
Aliran-aliran agama Buddha yang berkembang di Cina secara garis besar ada dua paham, yaitu : 1. aliran paham atta, 2. aliran paham anatta.
1. 1. Aliran Theravada
Aliran Theravada pada mulanya terbagi atas tiga aliran, antara lain : Cheng-shih (Sautrantika), Chu-she (Vaibhashika), Lu. Ketiga aliran ini tidak berumur lama karena kalah dari aliran-aliran baru dari mazhab Mahayana.

1. 2. Aliran Mahayana
ada beberapa aliran dalam mazhab Mahayana, antara lain : San-lun, We-shih, Tien-tai, Hua-yen, Chan, Ching-tu,Chen-yen. Diantara ketujuh aliran tersebut hanya empat yang paling berpengaruh, yaitu : Tien-tai, Hua-yen, Chan, Ching-tu.

Tokoh-tokoh agama Buddha di Cina.
1. Kumarajiva (Ci-mo-lo-shi)
Kumarajiva berasal dari kashmir. Tinggal di Cina mulai awal abad ke-5 M dan memimpin lembaga yang bertugas menterjemah kitab suci agama Buddha ke dalam bahasa Cina. Terjemahannya meliputi 300 jilid buku. Kumarajiva meninggal pada tahun 413 M.
2. Paramartha (Po-lo-mo-tho)
Paramatha berasal dari Ujjain dan dikirim ke Cina oleh raja Magadha, tahun 548 M tiba di Nanking. Paramatha meniggal dalam usia 71 tahun pada tahun 568 M. Meninggalkan karya terjemahan sebanyak 70 judul kitab agama Buddha.
»»  READMORE...

NICHIREN SHOSHU

1. Sejarah  Perkembangan Nichiren Shosu
Nichiren shoshu adalah adalah sebuah aliran agama Buddha yang berasal dari Jepangpada abad ke-13. yang dipelopori  seorang pembaharu yakni bikhu Nichiren Daishonin (1222-1282). Sekte Nichiren Shoshu ini berpusat di Taisekiji, Fujinomia, propinsi Shizuoka, Jepang. Sekte ini juga menjadikan pewaris Dharma kedua, Nikko Shonin dan pewaris Dharma ketiga, Nichimoku Shonin, sebagai pendiri sekte Nichiren Shoshu.
Agama Buddha menyebar dari India ke Tiongkok, lalu ke Korea, dan dari Korea lalu masuk ke Jepang. Berbeda dengan agama lain, agama Buddha sangat terbuka alias terus terang mengungkapkan dasar pokok pendirian sektenya, atau alasan Buddhaloginya. Dalam terminologi buddhisme dinamakan dasar sutra. Sutra adalah catatan tertulis dari ajaran sang Buddha Sakyamuni, dan jumlahnya mencapai puluhan ribu buah. Secara logika tentunya teramat sulit untuk mengetahui apa lagi memahami dan menguasai semua sutra-sutra itu. Sehingga secara aktual penganut awan Buddhisme biasanya mengacu kepada Bhikku sebagai guru dharma pribadi masing-masing. Setelah Sang Buddha Sakyamuni meninggal, Air Dharma diwariskan kepada Ananda, dan Ananda mewariskan kepada penerus-penerus berikutnya antara lain Nagarjuna, Vashubandu, Tien Tai, Dengyo dan seterusnya. Kalau dilihat dari dasar buddhalogi, Nichiren Shoshu berawal dari Saddharma Pundarika Sutra versi terjemahan dari Kumarajiva, serta Sastra Ichinen Sanzen, Hokke Mong-gu, dan Hokke Geng-gi, karya maha guru Tien Tai, maha guru Mio Lo, maha guru Dengyo.
Sastra adalah penjelasan, penguraiaan, pemaknaan dari sebuah sutra. Kumarajiva adalah seorang bhikku dari India yang menyebarkan agama Buddha ke Tiongkok. Beliau adalah salah satu peterjemah sutra dari bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Tionghoa yang sangat terkenal dan terpercaya. Kumarajiva diyakini mampu "memindahkan" makna sutra dari bahasa Sanskerta ke bahasa Tionghoa dan karya agung beliau tersebut sampai saat ini masih ada dan masih diterbitkan dalam buku di Jepang dan Taiwan. Sebagai "bukti" hal tersebut, ketika beliau wafat dan di kremasi, lidah beliau, tidak bisa terbakar.
Di Tiongkok, Mahaguru Tien Tai menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra. Dalam bahasa Tionghoa Saddharma Pundarika Sutra disebut Miao Hua Lien Hwa Cing dan dalam bahasa Jepang dibaca Myohorengekyo. Sutra Saddharma Pundarika adalah ajaran Buddha Sakyamuni mazhab Mahayana. Dari Tiongkok, Myohorengekyo atau Saddharmapundarika-sutra lalu disebarkan ke Jepang oleh Mahaguru Dengyo.
Buddha Nichiren Daishonin terlahir dengan nama Zennichi Maro pada tanggal 16 Februari 1222 di desa kecil Kominato, Provinsi Awa (sekarang daerah Chiba) Jepang. Sejak usia 12 tahun Zennichi Maro masuk ke kuil untuk menjadi bhikkhu. Pada usia 16 tahun dia ditahbiskan menjadi bhikkhu dengan nama Zesho-bo Renco.
Setelah lebih dari 20 tahun mempelajari berbagai sutra dari sekte-sekte di berbagai kuil, maka beliau berkesimpulan hanya Saddharma Pundarika Sutra yang merupakan sebagai ajaran terpokok dari Buddha Sakyamuni yang bisa menyelamatkan umat manusia dari berbagai penderitaan hidup dan mati. Sejak itu beliau menyebut diri Nichiren.
Yang bertujuan untuk mengembalikan ajaran Budha kepada bentuk yang murni yang akan menjadikannya dasar bagi perbaikan masyarakat jepang, dan menolak ritualisme dan sintementalisme aliran tanah suci, melawan semua kesalahan, agresif, patriotis tetapi eksklusif.[1] Pemimpin yang memiliki karismatik. Ia mengajarkan bahwa keselamatan dapat didapat atau dicapai dengan mengucapkan dengan kata-kata suci. Beliau juga tidak ragu-ragu untuk mengeritik orang lain. Dengan mempunyai spritual yang tinggi ia dapat mengetahui tentang ramalan bahwa bangsa mongo; akan menyerang kekerajaan jepang.
Nichiren mula-mula mempelajari agama Budha melalui ajaran-ajaran sekte tendai. Dari hasil studinya itu, ia menyadari bahwa agama Budha sudah terpecah-pecah dan memperlemah dengan munculnya beranekan macam sekte, dan oleh  keinginan-keinginan duniawi para pendeta agama Budha.[2] Ia beranggapan bahwa semua sekte itu telah menyimpang dari ajaran sakyamuni yang asli oleh karena itu tujuan utama Nichiren  adalah mengembalikan agama Budha kepada bentuknya yang murni yang akan dijadikan dasar perbaikan masyarakat.
Nichiren berkeyakinan bahwa ajaran Budha yang murni hanya terdapat dalam lotus sutra yang ditulis beberapa abad sesudah masa sakyumi. Kitab sutra tersebut kemudian dijadikan kitab utama yang menjadi dasar ajaran yang dikemukakannya.
Ajaran-ajaran Nichiren Shoshu
Pada usia 23 tahun, ia kembali mennuju Seichoji. Pada tanggal 28 April 1253, Ia memberikan cerama mengenai hasil terpenting dari studinya selama ini kepada para Sangha dan para Petani yang telah berkumpul di Seichoji. dalam ceramanya tersebut Ia mendeglarasikan bahwa Nammyohorengekyo adalah satu-satunya ajaran dimasa mutakhir yang dapat membimbing umat manusia mannuju pencapaian Budha pada masa hidupnya.
Dalam kesempatan itu ia memproklamirkan dirinya sebagai sebagai Bhikhu muda Nichiren Doisyonin pendiri agama Budha Nichiren Shoshu. Kata Nichiren terdiri atas dua kata yaitu: kata Nichi artinya matahari dan Ren artinya teratai. Jadi Nichiren adalah Teratai Matahari. Selanjutnya Ia mendapatkan gelar penghargaan dari umatnya “Daisyonin” yang artinya gelar kehormatan besar bagi kebijaksanaan dan kesuciaan.
Dengan deklarasi itu Nichiren menolak faham-faham yang selama ini berkembang di Jepang dan mengecam keras sekte Budha lainnya. seperti Amidaisme, zen, Nembutsu, shigon dan ritsu. Menurutnya semua faham tersebut telah menyebabkan ketidakbahagiaan umat manusia. Nichiren ingin mengembalikan agama Budha kepada ajaran murni yang dijadikan dasar perbaikan masyarakat.
Pada bulan juli 1257 jepang dilanda bencana alam yang sangat hebat. Gempa silih berganti, kemarau yang berkepanjangan, kelaparan dan wabah penyakit yang menjangkit hampir di seluruh negeri sehingga menghasilakan banyak korban. Pemerintah kebingungan dan doa-doa yang dikirimkan dari kuil dan para Bhikhu semua tidak efektif dan tidak mampu menghentikan bencana.
Nichiren doisyonin menyiapkan bukti dokumentasi mengenai sebab-sebab terjadinya malapetaka tersebut dan kebijaksanaan untuk menyelesaikan berdasarkan faham ajaran Budha, dengan mengadakan riset. Pada tanggal 16 juli 1260, Nichiren Doisyonin mengerjakan tesis yang berjudul “Risho Ankoku Ron” yang artinya “menegakkan hukum sakti, serta menentramkan dan mensejatrahkan masyarakat” dalam tesis ini Ia menjelaskan bahwa terjadinya  malapetaka di seluruh negeri disebabkan karena bangsa Jepang menfitnah Hukum Sakti atau hukum yang benar dan percaya kepada ajaran yang salah yaitu percaya kepada Budha Amida. Kemudia pada tesisnya juga meramalkan bahwa dua bencana besar akan menumpa Jepang, yaitu invasi luar negeri dan perang saudara akan semakin meluas, namun Nichiren juga memberikan harapan bahwa jika pola kehidupan masyarkat jepang sesuai dengan hukum yang benar, maka kedamaian dan kesentosaan akan memberkahi negara.
Akan tetapi pemerintah tidak menghiraukan peringatan dan harapan itu, bahkan pada tanggal 27 agustus 1260 pemerintah bekerjasama dengan para Bhikhu Nembutsu untuk membunnuh Nichiren Doisyonin, namun Nichiren Doisyonin berhasil selamat. Pada tanggal 18 januari 1268 surat Kubilai Khan tiba di Jepang dengan tuntutan Jepang harus takluk pada kerajaan mongol dan membayar upeti atau akan diserang apabila tidak memenuhi tuntutan tersebut. Surat dari kerajaan monggol menjadikan bukti dari ramalan Nichiren Doisyonin, kemudian Ia mengirim surat kepada pemerintah agar kembali ke prinsip Risso Aknkoku Ron. Dan mendesak agar meninggalkan kepercayaannya yang sesat serta meminta untuk membuktikan ajaranya.
Pada tahun 1271 seluruh negeri dilanda kemarau yang sangat panjang, dari pemerintah meminta Ryokan dari kuil Gokuraku, seorang Bhikhu dari dari sekte Shigon-Ritsu untuk berdoa agar turun hujan, mendengar hal ini Nichiren Doisyonin menantang Ryokan bahwa beliau bersedia menjadi murid Ryokan jika ia berhasil menurunkan hujan, tapi sebaliknya apabila ia gagal maka Ryokan akan menjadi murid Nichiren Doisyonin.  namun doa yang dibacakan Ryokan tidak berhasil menurunkan hujan dan Dia tidak memenuhi janjinya.
1.      Nam-myoho-renge-kyo
Nam-myoho-renge-kyo: yang berarti “aku mengabdikan diriku terhadap kebenaran falsafah hidup yang tak terkatakan kedalam dan keindahannya yang dijelaskan di dalam Sutra Teratai yang mengandung ajaran Budha yang paling luhur”. Dengan kata lain “mengabdikan dirinya terhadap semua realitas hidup kepada alam semesta. Nichiren Doisyonin berpendapat bahwa hanya dengan hanya dengan menyatuh dengan alam semesta akan mencapai kebahagiaan mutlak. Kata Nam-myoho-renge-kyo bukan hanya semata-mata bacaan akan tetapi seperti doa yang akan berdampak kepada perbuatan.
2.      Gohonzon
Dohonzon adalah sesuatu yang menjadi pusat pemujaan yang telah diajarkan Nichiren Doisyonin yang diamanatkan kepada setiap yang percaya kepada Nichiren dan ajaran-ajarannya yang benar. Sebagi suatu benda pusat pemujaan bagi semua orang dimana saja, dia mengukir Dai-Gohonzon agung. Yang kini ditempatkan di ruangan utama Sho-Hondo dari Daiseki-ji, Kuil utama Nichiren Shoshu. Siapapun yang bertawakal pada Dai-Gohonzon dan mengucapkan Nam-myoko-renge-kyo kepadanya maka dia akan merasa roh individunya akan menyatuh dengan roh semesta. 
3. Teori kaidan
Kaidan adalah suatu balai Budhis tempat para calon pendeta mengangkat nadar keagamaan. dalam ajaran Budhisme Nichiren Doishonin kaidan merupakan tempat pusat pemujaan dimana semua orang dapat menyatakan kebulatan tekad mereka untuk mengubah hidup mereka untuk memperbaikan diri dan seluruh umat manusia dengan cara membersihkan dari karma yang menyedihkan melalui kekuatan Dai-Gohonzo yang maha besar.

Nichiren Shosu di Indonesia
Nichiren Shoshu mulai berkembang luas di Jepang, setelah Perang Dunia II di bawah pendudukan tentara Amerika, yang membebaskan kehidupan beragama. Para penganut membentuk organisasi massa umat awan bernama Sokagakai dan kemudian menjadi wadah dan motor penggerak penyiaran agama ini. Pada awalnya agama Budha Nichiren Shoshu Indonesia masih dianut oleh orang Jepang yang bertugas di Indonesia pada tahun 1950-an. Pada saat itu penganutnya hanya terdiri dari beberapa keluarga saja. Pada tahun 1960-an mulai membentuk pertemuan-pertemuan diskusi untuk mempelajari agama Budha Nichiren Shoshu Indonesia dan mendapatkan banyak pengikut.

Shintaro Noda, pegawai Nissho Iwai, sejak tahun 1920-an telah menetap di Indonesia, sempat menjadi tawanan tentara sekutu di Jawa dan Australia, dan karena itu menderita berbagai penyakit, akhirnya dipulangkan tentara sekutu ke Jepang. Di Jepang beliau bergabung dengan Sokagakkai dan menganut Nichiren Shoshu berhasil sembuh dari penyakit.
Pada akhir tahun 1940 akhir Shintaro Noda, anggota Sokagakkai, pegawai Nissho Iwai kembali bertugas di Indonesia dan sekaligus menjadi penyiar agama Nichiren Shoshu sekaligus pimpinan Nichiren Shoshu di Indonesia sampai awal tahun 1970-an dan secara organisatoris berafiliasi kepada Sokagakkai dan kemudian hari membentuk Sokagakkai internasional.
Pemerintahan Orde Baru yang diskriminatif, mengkategorikan semua agama Buddha sebagai unsur-unsur budaya Tionghoa yang tidak boleh berkembang dan segala kegiataanya harus diawasi menimbulkan berbagai goncangan. Terpaksa dibuat Yayasan Nichiren Shoshu Indonesia pada tahun 1967, yang sebenarnya dipimpin oleh bukan umat Nichiren, melainkan saudara sepupu dari seorang penganut. Kondisi ini akhirnya menimbulkan kekacauan kepemimpinan karena pimpinan de facto Shintaro Noda yang berkewarganegaraan Jepang tidak dapat menjadi pemimpin de jure. Akhirnya pada awal tahun 1970-an Shintaro Noda disingkirkan dari kepemimpinan, dan munculah pimpinan baru, Senosoenoto, suami dari Keiko Sakurai seorang anggota sokagakkai.
Di kemudian hari Senosoenoto berhasil mengajak kawannya Ir Soekarno, seorang mantan menteri pada masa Orde Lama, menjadi penganut dan kemudian menjadi salah satu pucuk pimpinan NSI. Soekarno sangat aktif dalam organisasi agama buddha di Indonesia, mewakili NSI menjadi pendiri organisasi yang sekarang bernama WALUBI. Soekarno wafat pada tahun 1981.

Perpecahan Nichiren Shoshu di Indonesia

Sejak akhir tahun 1970 sampai pertengahan tahun 1980, NSI berkembang dan mencapai puncak kejayaannya. Sebagaimana umumnya pekembangan organisasi, bilamana telah berkembang pesat, maka pada tahap-tahap tertentu muncul masalah rule of the game, management asset/financial, dan mekanisme pertanggungjawaban kepemimpinan organisasi. Tahun 1986 muncul usulan dan tuntutan untuk membuat AD dan ART NSI, yang memang belum ada. Draf AD ART disusun dan dibuat oleh 9 orang atas permintaan Senosoenoto, yang dikemudian hari dikenal sebagai kelompok 9.
Inisiatif kelompok sembilan ini tidak terakomodasi, mereka disingkirkan, AD ART NSI tak kunjung terwujud, mereka lalu membuat Yayasan Visistakaritra pada tgl 16 Februari 1987. Sehubungan dengan ketentuan undang-undang tentang yayasan di kemudian hari dibentuk yayasan Visistakaritra, yang dimaksudkan untuk melanjutkan kegiatan Visistakaritra sampai saat ini,dan secara subyektif berorientasi pada Sangha Nichiren Shoshu.
NSI sendiri sepeninggalan almarhum Senosoenoto, terpecah 2 karena adanya perbedaan pandangan mengenai siapa yang akan menjadi ketua umum berikutnya, antara kubu pendukung wakil ketua umum Johan Nataprawira dan kubu wakil ketua umum Keiko Senosoenoto. Dalam suatu muktamar akhirnya terpilihlah Suhadi Sendjaja dari kubu Johan Nataprawira. dan saat ini masih menjadi ketua umum NSI. Namun keberadaan ini ditentang oleh Sangha Nichiren Shoshu. Akibatnya sampai sekarang ini Suhandi Senjaya dikeluarkan dari Nichiren Shoshu dan organisasi NSI tidak diakui sebagai ormas penganut Nichiren Shoshu di Indonesia.
Kubu Keiko Senosoenoto mendirikan yayasan Pandita Sabha Buddha Dharma Indonesia (BDI), dan mengangkat anak perempuaannya, Aiko Senosoenoto sebagai ketua umum sampai sekarang ini.
BDI kemudian sekitar tahun 2000-an ,bersama Sangha Nichiren Shoshu membentuk Yayasan Pendidikan Sangha Nichiren Shoshu Indonesia yang diketuai oleh mantunya Keiko Senosoenoto, suaminya Aiko Senosoenoto, Rusdy Rukmarata.
Yayasan Sangha ini "memiliki" memiliki dua buah kuil, Myogan-ji terletak di Megamendung dan Hosei-ji teletak di Jakarta. Kedua Kuil tersebut dipimpin Kepala Kuil Bhikku dari Kuil Pusat Taiseki-ji Jepang.
Pada tahun 1992 terjadi pertikaian antara Sangha Nichiren Shoshu (di Jepang) dengan Sokagakkai / Sokagakkai internasional, dan berakibat Sokagakkai membentuk sekte tersendiri dan diberi nama Nichiren Sekai Shu. Kejadian ini juga berimbas ke Indonesia, sebagian umat Nichiren Shoshu yang ada membentuk kelompok baru bernama Sokagakkai Indonesia yang berpusat di Kemayoran Jakarta, dan menjadi penganut sekte Nichiren Sekai Shu, yang tentu saja didukung oleh Sokagakkai internasional dan Shintaro Noda


[1] Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia, Yokyakarta, IAIN SUNAN KALIJAGA PRESS,1988, hlm 142.

[2] Djam’annuri, agama jepang , PT Bagus Arafah. Yogyakarta 1981, hlm 34
»»  READMORE...

KONSEP TENTANG ALAM DAN MANUSIA


a.      Konsep Tentang Alam


Menurut sang Buddha, bahwa sifat segala sesuatua dalah terus berubah (anicca). Begitu pula dengan sifat alam. Alam bersifat dinamis dan kinetik, selalu berproses dengan seimbang. Unsur-unsur alam yang tampak dalam pandangan Buddha ada empat, yakni unsur  padat (pathavi), cair (apo), panas (tejo), gerak (vayo). Hukum yang berlaku pada alam (alam semesta) dapat dikategorikan dalam lima aturan yang disebut pancaniyamadhamma, yaitu utuniyama (hukum fisika), bijaniyama (hukum biologi), cittaniyama (hukum psikologis), kammaniyama (hukum moral),dhammaniyama (hukum kausalitas).

Menurut ajaran budha, seluruh alam ini adalah cipataan yang timbul dari sebab-sebab yang mendahuluinya serta tidak kekal. Oleh karena itu ia disebut  sankhata dharmayang berarti ada, yang tidak mutlak dan mempunyai corak timbul, lenyap dan berubah. Sinonim dengan katasankhata adalah sankhara yaitu saling bergantungan, sesuatu yang timbul dari sebab yang mendahuluinya. Alam semesta adalah suatu proses kenyataan yang selalu dalam keadaan menjadi. Hakikat kenyataan itu adalah harus perubahan dari suatu keadaan menjadi keadaan lain yang berurutan. Karena itu, alam semesta adalah sankhara yang bersifat tidak kekal (anicca atau anitya)selalu dalam perubahan (dukkha) dan bukan jiwa (atta atau atman), tidak mengandung suatu substansi yang tidak bersyarat. Dalam visudha Maga 2204, loka tersebut digolong-golongkan atas  sankharaloka, sattaloka, dan okasaloka.

Sankaraloka adalah alam mahluk yang tidak mempunyai kehendak seperti benda-benda mati, batu emas, logam dan semua sumber alamiah yang diperlukan manusia. Termasuk dalam pengertian ini adalah alam hayat yang tidak mempunyi kehendak dan ciptaan pikiran seperti ide, opini, konsepsi, peradaban, kebudayaan dan sebagainya.


Sattaloka adalah alam para mahluk hidup yang mempunyai kehendak mulai dari mahluk hidup yang rendah hingga mahluk yang tinggi, kelihatan atau tidak, seperti setan, manusia, dewa, dan Brahma. Mahluk-mahluk tersebut dibesarkan bukan berdasarkan jasmaniahnya, melainkan berdasarkan sikap bathin, atau hal yang menguasai pikiran dan suka duka sebagai akibatnya. Termasuk dalam sattaloka adalah 31 alam kehidupan yang dapat dikelompokan menjadi a.kamaloka, b. rupaloka, dan c. arupaloka.


a. Kamaloka

Kamaloka meliputi sebelas alam, yaitu :

1.      Alam para Dewata yang menikmati ciptaan-ciptaan lain

2.      Alam para dewata yang menikmati ciptaannya sendiri

3.      Alam para dewata yang menikmati kesenangan

4.      Alam dewata Yama

5.      Alam 33 dewata

6.      Alam tempat maharaja

7.      Jagat manusia

8.      Dunia hewan

9.      Dunia makhluk yang tidak bahagia

10.  Dunia setan

11.  Daerah neraka.

Alam ini terdiri dari bahan-bahan kasar dan unsur-unsur tanah, air, api dan udara, dan dialami oleh makhluk-makhluk yang bebadan kasar atau jasmani. Dibawah sekali dari alam ini terletak neraka yang dingin dan panas.
b.      Rupaloka

Rupaloka atau alam bentuk, terdiri dari 16 alam Brahma yang bisa dicapai dengan mengheningkan cipta dalam samadhi.Para Bhikkhu itu yang sedang besamadhi dapat berhubungan dengan mahluk-mahluk yang terdapat dalam alam-alam ini, sebab paradewa yang tinggal didalamnya masih mempunyai badan yang lebih halus tetapi berada diatas hawa nafsu.

c.       Arupalokka
Arupaloka adalah alam tanpa bentuk yaitu alam dewa yang tidak berbadan, yang hidup setelah mencapai tingkatan keempat dalam samadhi. Alam ini terdiri dari,


1.     Alam bukan persepsi dan bukan non-persepsi
2.     Alam pengetahuan kekosongan
3.     Alam kesadaran yang tidak terhingga
4.     Alam ketidak terhinggaan ruang.

  Okasaloka adalah alam tempat. Disini terdapat dan hidup mahluk-mahluk diatas, seperti bumi adalah okasaloka tempat manusia hidup dan tempat benda-benda mati seperti besi, batu dan sebagainnya.
b.      KonsepTentangManusia
Dalam ajaran agama Buddha, manusia menempati kedudukan yang khusus dan tampak memberi corak yang dominan pada hampir seluruh ajarannya. Kenyataan yang dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari merupakan titik tolak dan dasar dari seluruh ajaran Buddha. Hal ini dibicarakan dalam ajaran yang disebut tilakhana (Tiga corak umum agama Buddha), catur arya satyani (empat kesunyataan mulia), hukum karma (hukum perbuatan), dan tumimbal lahir (kelahiran kembali). Manusia menurut ajaran Buddha, adalah kumpulan dari energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak, yang disebut Pancakhanda atau lima kelompok kegemaran yaitu rupakhanda (jasmani), vedanakhanda (pencerahan), sannakhandha (pencerapan), shankharakhandha (bentuk-bentuk pikiran), dan vinnanakhandha (kesadaran).
Kelima kelompok tersebut saling berkaitan dan bergantung satu sama lain dalam proses berangkai, kesadaran ada karena adanya pikiran, pikiran timbul disebabkan adanya penyerapan, penyerapan tercipta karena adanya perasaan, dan perasaan timbul karena adanya wujud atau Rupa. Kelima khanda tersebut juga sering diringkas menjadi dua yaitu: nama dan rupa. Nama adalah kumpulan dari perasaan, pikiran, penyerapan dan perasaan yang dapat digolongkan sebagai unsur rohaniah, sedang Rupa adalah badan jasmani yang terdiri dari empat unsur materi yaitu unsur tanah, air, api, dan udara atau hawa.

Dalam agama Buddhis manusia terikat oleh 5 kelompok ikatan Skanda (panca skanda) yang terdiri dari rupa (bentuk jasmani), vedanna (perasaan), sanna (pencerapan, penginderaan), sankhara (bentuk pikiran), vinnana (kesadaran).

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai nibbana yaitu:


1.  Kita harus menyadari bahwa umat manusia memiliki potensi tidak terbatas. Kalau manusia diartikan sebagai mahkluk lemah dan tidak berdaya yang terus menerus terombang-ambing oleh aliran takdir maka tidak ada kemungkinan mencapai nibbana. Ajaran Buddha menyadari sepenuhnya kaebaikan manusia yang tidak terbatas.


2.  Adanya dorongan yang kuat dari dalam batin untuk mencapai nibbana. Keinginan yang kuat bukanlah berasal dari luar. Kesadaran akan pentingnya keinginan untuk mencapai nibbna ini sangat penting. Nibbana adalah tanggung jawab seklaigus hak.


3. Harus ada kesadaran apabila umat manusia akan mendapatkan hasil kalau dia berusha terlebih dahulu. Ini berarti kalau anda telah menebar benih, maka anda berhak menuai hasilnya.


Dari tiga hal diatas dapat diambilkesimpulan untuk mencapai nibbana manusia harus memenuhi tiga syarat yaitu menyadari ketidakterbatasan potensi manusia, memiliki keinginan untuk mencapai nibbana dan langsung berusaha mewujudkan keinginan tersebut, dan meyakini bahwa di dunia spiritual tetap berlaku hukum sebab-akibat.

C.     ETIKA (CATUR PARAMITA DAN CATUR MARA)

a.     Catur Paramita


Di dalam diri manusia terdapat sifat-sifat Ketuhanan yang di sebut paramita yaitu dalam bathinnya merupakan segala sumber dari perbuatan baik (kusalakamma) yang tercetus pada pikiran, ucapan dan badan. Karena itu kita harus bias mengembangkan paramita itu. Demi kebahagiaan, ketenangan dan kegembiraan hidup kita. Sifat ketuhanan itu terdiri dari :


1.      Metta: ialah cinta-kasih universal yang menjadi akar dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini dikembangkan dosa akan tertekan.


2.      Karuna: ialah kasih-sayang universal karena melihat suatu kesengsaraan, yang menjadi akar perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini berkembang lobha akan tertekan.


3.      Mudhita :ialah perasaan bahagia (simpati) universal karena melihat makhluk lain bergembira, yang menjadi akar dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bial ini berkembang issa akan tertekan.


4.      Upekkha :ialah keseimbangan bathin universal sebagai hasil dari melaksanakan metta. Karuna. Mudhita dan upekkha, juga merupakan akar dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini telah berkembang moha akan tertekan, bahkan akan lenyap.



b.          Catur Mar

Disamping adanya sifat-sifat ketuhanan, terdapat pula sifat-sifat setan/ jahat (marra) dalam bathin manusia dan ini merupakan sumber dari perbuatan buruk (akusalakamma) yang tercetus pada pikiran, ucapan dan badan. Karena itu kita harus dapat melenyapkannya agar hidup kita tidak terus-menerus di dalam kesengsaraan dan penderitaan yang tiada henti-hentinya. Sifat setan/jahat itu terdiri dari :


1.      Dosa : ialahkebencian yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila di kembangkan metta. Dosa ini secara ethica (ajaran tentang keluhuran buda dan kesopanan) berarti kebencian. Tetapi secara psychilogis (kejiwaan) berarti pukulan yang berat dari pikiran terhadap objek bertentangan.


2.      Lobha: ialah serakah yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila di kembangkan karuna. Lobha ini secara ethica berarti keserakahan/ketamakan. Tetapi secara psychilogi (kejiwaan) berarti terikat  pikiran pada objek-objek. Inilah yang kadang-kadang disebut Tanha yaitu keinginan yang tiada henti-hentinya.


3.       Issa: ialah irihati yaitu perasaan tidak senang melihat makhluk lain berbahagia, yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila dikembangkan mudhita.


4.      Moha: ialah kegelisahan bathin sebagai akibat dari perbuatan dosa, lobha, dan issa. Akanlenyap bila dikembangkan upekkha. Moha berarti kebodohan dan kurangnya pengertian. 

»»  READMORE...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More